Pada
abad ke-17 Jatinegara yang sekarang hanyalah lahan pemukiman para pangeran
kesultanan Banten. Lalu seorang guru agama krinsten Cornelis Senen membeli
tanah di daerah aliran sungai Ciliwung, tanah yang ia miliki ini mulai
berkembang pesat sebagai pemukiman dan pasar yang ramai setelah Jalan Raya
Daendles dibangun dan tanah itu pun dikenal sebagai Meester Cornelis atau biasa
disebut Meester. Nama ini diambil dari julukannya Meester karena ia menjabat
sebagai kepala kampung dan guru agama pada saat itu.
Namun
nama Jatinegara ini baru muncul setelah Jepang mulai menguasai Hindia-Belanda,
nama Meester diganti menjadi Jatinegara karena nama itu terlalu berbau Belanda.
Jatinegara berarti "Negara Sejati".
Stasiun
Jatinegara yang dibangun oleh S. Snuyff yaitu kepala sementara Biro Perancangan
Departemen Pekerjaan Umum, pada awalnya stasiun ini diberi nama Stasiun Rawa
Bangke yang diambil dari sebutan untuk rawa-rawa yang ada disekitar Jatinegara
ini. Karena stasiun ini akan difungsikan sebagai tempat persinggahan dari arah
Bandung maka stasiun ini sangat dibutuhkan menjadi stasiun yang besar. Stasiun
ini sangat diusahan memiliki perancangan pedesaan Belanda namun juga di
sesuaikan dengan iklim tropis.
Arsitektur
Meester pada masa itu sangat lah berbau Belanda, ini dapat dilihat dari
bentuk-bentuk bangunan yang berdiri pada masa itu, dari atap yang selalu
berbentuk segitiga landai, pilar-pilar di beberapa bangunan yang menjadi
penopang bangunan tersebut, banyaknya jendela-jendela tinggi yang dipasang
disetiap sisi bangunan, hingga warna putih bangunan yang berfungsi agar sinar
matahari memantul dan tidak menyerap matahari. Bentuk-bentuk bangunan tersebut
sudah disesuaikan pada iklim tropis yang dimiliki Indonesia ini.
sumber gambar : heritage.kereta-api.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar