Senin, 14 Maret 2016

JATINEGARA PADA ZAMANNYA


                Pada abad ke-17 Jatinegara yang sekarang hanyalah lahan pemukiman para pangeran kesultanan Banten. Lalu seorang guru agama krinsten Cornelis Senen membeli tanah di daerah aliran sungai Ciliwung, tanah yang ia miliki ini mulai berkembang pesat sebagai pemukiman dan pasar yang ramai setelah Jalan Raya Daendles dibangun dan tanah itu pun dikenal sebagai Meester Cornelis atau biasa disebut Meester. Nama ini diambil dari julukannya Meester karena ia menjabat sebagai kepala kampung dan guru agama pada saat itu.
               
                Namun nama Jatinegara ini baru muncul setelah Jepang mulai menguasai Hindia-Belanda, nama Meester diganti menjadi Jatinegara karena nama itu terlalu berbau Belanda. Jatinegara berarti "Negara Sejati".
               
                Stasiun Jatinegara yang dibangun oleh S. Snuyff yaitu kepala sementara Biro Perancangan Departemen Pekerjaan Umum, pada awalnya stasiun ini diberi nama Stasiun Rawa Bangke yang diambil dari sebutan untuk rawa-rawa yang ada disekitar Jatinegara ini. Karena stasiun ini akan difungsikan sebagai tempat persinggahan dari arah Bandung maka stasiun ini sangat dibutuhkan menjadi stasiun yang besar. Stasiun ini sangat diusahan memiliki perancangan pedesaan Belanda namun juga di sesuaikan dengan iklim tropis.
               
                Arsitektur Meester pada masa itu sangat lah berbau Belanda, ini dapat dilihat dari bentuk-bentuk bangunan yang berdiri pada masa itu, dari atap yang selalu berbentuk segitiga landai, pilar-pilar di beberapa bangunan yang menjadi penopang bangunan tersebut, banyaknya jendela-jendela tinggi yang dipasang disetiap sisi bangunan, hingga warna putih bangunan yang berfungsi agar sinar matahari memantul dan tidak menyerap matahari. Bentuk-bentuk bangunan tersebut sudah disesuaikan pada iklim tropis yang dimiliki Indonesia ini.

sumber gambar : heritage.kereta-api.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar